Selasa, 16 Oktober 2012

adab menuntut ilmu

Adab Menuntut Ilmu

1.Ikhlas


Menuntut ilmu tidaklah untuk lulus dalam perperiksaaan, untuk bergaji tinggi, untuk dikatakan orang yang bijak pandai atau lain2 niat melainkan hanya kerana Allah SWT.

Daripada Ibn Umar RA sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud:

"Sesiapa yang menuntut ilmu kerana selain daripada Allah SWT ataupun menghendaki menuntut ilmu selain daripada kerana Allah SWT, maka disediakan tempat duduknya daripada neraka." [HR Tarmizi]

2.Beradab dengan orang yang memberi ilmu

Berkata Imam Syafie :

"Siapa yang ingin dibuka hatinya oleh Allah, maka hendaklah ia bersunyi diri, sedikit makan, menjauhi daripada bergaul dengan orang yang bodoh, dan membenci orang yang tidak berlaku adil dan tidak beradab daripada kalangan mereka yang berilmu" [Syarah Mazhab, jilid 1, m/s 31]

3.Banyak Sabar

Imam Syafie pernah berkata:

"Tidak diperolehi ilmu kecuali dengan bersabar atas kesengsaraan." [Kitab Muntalaqat Talib al Ilmi, m/s: 237]

4. Tulis setiap yang dipelajari

Kata Abu Hurairah ra:

"Tidak ada seorangpun daripada sahabat Rasulullah SAW yang paling banyak meriwayatkan hadis kecuali Abdullah bin Amr bin al Asr, maka sesungguhnya dia telah menulis dan aku tidak menulis" [HR Ahmad dan Baihaqi]

5.Tawadhu'

Imam Ahmad bin Hambal berkata:

"Kami disuruh supaya tawadhu' (rendah diri) kepada siapa yang kami pelajari ilmu daripadanya." [Kitab Muntalaqat Talib al Ilmi, m/s 274]

6.Menjahui dari makan banyak

Ibn Jama'ah berkata:

"Sebesar-besar perkara yang menolong seorang penuntut ilmu dengan kefahaman dan tidak rasa jemu adalah makan sekadarnya daripada makan yang halal." [Kitab Fadhlu al Ilmi m/s 222]

7.Tidur yang sedikit

Firman Allah SWT yang bermaksud:

"Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di dalam taman-taman (syurga) dan mata air, mereka mengambil apa yang diberikan Tuhan kepada mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu (di dunia) adalah orang-orang yang berbuat baik; mereka sedikit sekali tidur di waktu malam dan pada akhir malam mereka meminta ampun (kepada Allah SWT)." [Az Zariyat 51 : 15 – 18]

8.Kurangkan berkata-kata yang tidak menfaat

Sabda Rasulullah SAW yang bermaksud:

"Sesiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka bercakaplah dengan perkataan yang baik ataupun diam."

Wallahua'lam

Isnin, 15 Oktober 2012

monokroni :)
























Jantung,,, Subhanallah :)


Jantung, organ manusia yang paling sibuk di dunia. Sebuah beg berdenyut yang tidak pernah berhenti bekerja sekalipun manusia tertidur. Mesin manakah yang lebih canggih daripada jantung manusia itu?

Rahsia kerja jantung ini sekali lagi menunjukkan betapa sempurna dan lengkapnya daya seni Allah dalam penciptaan-Nya. "(Yang memiliki sifat-sifat seperti itu) ialah Allah Tuhan kamu. Tidak ada Tuhan selain Dia. Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia. Dan Dia adalah Pemelihara segala sesuatu, "[QS. Al-An'am: 102]

Rata-rata sepanjang hidupnya, jantung manusia berdetak 3 bilion kali tanpa henti. Jantung tetap bekerja dengan menurunkan denyutan 10 - 30 denyutan / minit ketika tidur. Hal ini menghasilkan penurunan tekanan darah, yang berlaku dalam tidur nyenyak. Jika saja jantung berhenti berdenyut, maka akan berakhirlah hidup kita.

Jantung berdenyut dengan kadar yang berbeza-beza, bergantung pada aktiviti. Ketika sedang aktif, otot-otot memerlukan tenaga dan oksigen yang lebih banyak, maka jantung berdenyut lebih cepat, + 120 kali / minit. Ketika sedang berisitirahat, jantung kembali melambat dan berdenyut 60-80 kali / minit.

Jantung adalah kantung berdenyut dan diperbuat daripada otot yang sangat kuat. Otot ini disebut otot jantung (miokardia) yang tidak pernah lelah mengecut sekali atau lebih dalam setiap saat. Saat berada dalam tahap perkembangan embrio, manusia sebenarnya memiliki dua jantung. Namun seiring perkembangan embrio, dua pusat ini akhirnya menyatu menjadi satu dengan empat buah bilik. Ini menunjukkan walaupun tubuh manusia mempunyai dua paru-paru namun manusia hanya perlu satu jantung yang bertugas tanpa henti mengepam darah ke seluruh tubuh.

Jantung adalah kantung berdenyut dan diperbuat daripada otot yang sangat kuat. Otot ini disebut otot jantung (miokardia) yang tidak pernah lelah mengecut sekali atau lebih dalam setiap saat. Saat berada dalam tahap perkembangan embrio, manusia sebenarnya memiliki dua jantung. Namun seiring perkembangan embrio, dua pusat ini akhirnya menyatu menjadi satu dengan empat buah bilik. Ini menunjukkan walaupun tubuh manusia mempunyai dua paru-paru namun manusia hanya perlu satu jantung yang bertugas tanpa henti mengepam darah ke seluruh tubuh.

Berat jantung kurang lebih 312 gram mampu berdenyut sekitar 60-80 kali / minit dan berdenyut selama setahun sekitar 40 juta kali denyutan. Apabila digunakan sebagai alat penggerak, jantung mampu mengangkat beban yang berukuran 2 kati (1 kati = 448,28 gr) setinggi kaki dengan kerja kerasnya dalam satu denyutan. Kadar darah yang didorong oleh jantung orang dewasa yang sihat ketika berfungsi dengan kuat mencapai sekitar 20 liter / minit.
Sementara perjalanan darah melalui jantung memerlukan masa 1.5 saat, sedangkan dari jantung ke paru-paru kemudian kembali ke jantung lagi (peredaran darah kecil) memerlukan masa 6 saat. Jantung mengeluarkan 8000 liter darah / hari, termasuk jumlah darah yang beredar memanjang + 150 km melalui setiap rangkaian tubuh, dan memindahkan darah yang terdapat makanan dan oksigen. Bekalan oksigen penting bagi organ vital sistem pengangkutan, lima minit saja tidak ada oksigen, maka otak akan mengalami kerosakan.

Jantung berfungsi sebagai raja yang mengepalai seluruh anggota tubuh, ia adalah pancangan kehidupan, sumber nyawa kehidupan dan panas badan.Jantung adalah sumber munculnya pemikiran, pengetahuan, kelemahlembutan, keberanian, kemuliaan, kesabaran, kekuatan menahan diri, rasa cinta, keinginan, kerelaan, kemurkaan dan sifat-sifat sempurna yang lain. Seluruh anggota tubuh, baik yang nampak mahupun yang tidak nampak adalah tentera bagi jantung.
Setiap apa yang dilihat oleh mata langsung dihantar ke jantung. Kerana keterikatan yang dalam antara mata dan jantung, apabila ada sesuatu di dalam jantung, maka boleh tampak di mata. Mata merupakan cermin dari jantung yang menterjemahkan apa yang berlaku di dalam hati, sebagaimana lisan merupakan penterjemah dari apa yang didengar oleh hati. Kerana itu banyak didapati dalam Al-Qur'an tiga hal tersebut digabung jadi satu. "Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya." [Qs. Al-Israa (17): 36]

Sementara Harun Yahya mengungkapkan, berliter-liter darah berdetak tanpa henti naik turun di sekujur tubuh dan itu semua dimobilisasi oleh jantung.Setiap benda memerlukan penggerak agar boleh terus bergerak. Pelbagai kenderaan atau bahkan sebuah kereta mainan remote control bergerak dengan motor. Begitu juga darah yang beredar di sepanjang tubuh pun memerlukan sebuah motor. Motor yang memainkan darah kita siang malam selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, adalah jantung kita.
Jika kita memegang urat nadi dan menunggunya sebentar, maka akan terasa denyutan jantung kita. Jantung mengepam + 152 juta liter (40 juta gelen) darah sepanjang hidup. Darah sebanyak itu setara dengan minyak sebanyak 10,000 kereta tangki, angka ini cukup hebat tentunya. Sekarang jika diibaratkan kita menuang secawan air dari satu baldi ke ember lain, 70 kali seminit. Akhirnya tentu otot tangan dan pergelangan kita akan sakit dan perlu berehat. Padahal, jantung melakukan tugas seperti ini sepanjang hidup dan tidak pernah berehat.

Darah yang mengedari tubuh kebanyakan tersusun dari air (jika, sel, protein dan hormon dipisahkan dari darah, yang tinggal adalah plasma yang 95%-nya adalah air). Oleh kerana itu Jika peringkat visikositas air menyerupai ter atau minyak zaitun yang bervisikositas 100 juta lebih tinggi dari ter, jelas tidak ada jantung yang boleh mengepam darah melalui rangkaian kapilari tubuh. Tingginya visikositas air membuat darah melalui pembuluh-pembuluh darah yang halus tanpa halangan dan perlambatan.

Bayangkanlah bagaimana Allah menciptakan pam dengan bentuk yang paling sempurna di dunia ini sekarang tengah berdetak di bahagian kiri dada kita, Subhanallah ...Dengan rancangannya yang istimewa dan gerak tak kenal henti, jantung membuat seluruh darah dalam tubuh menyelesaikan 1000 pusingan penuh dalam sehari.

Jual vs Ilmu

Sahabatku, jualan ilmu tentu sangat berbeda dengan jualan agama, jualan iman, apalagi jualan Tuhan. Sebab, gak mungkinlah Tuhan, agama, dan iman itu diperjualbelikan. Contoh orang yang jualan agama adalah orang yang masuk agama islam hanya lantaran agar boleh menikah dengan wanita muslim yang dicintainya. Contoh lainnya adalah ketika Anda melihat kemaksiatan, lalu Anda membiarkannya saja dan mengatakan "gak apa-apa, yang penting sama-sama untung". Misalnya siapa tahu justru karena ada kegiatan kemaksiatan itu maka dagangannya menjadi untung ...so, janganlah jualan bubur ayam atau buka warteg di lokasi pelacuran...

Sahabatku, kami bukanlah Nabi, dan kami tidak menjual agama agar orang masuk agama kami melalui training-training kami, tapi kami memperkenalkan ilmu yang ilmiah dan alamiah tapi yang berdasarkan ISLAM. Yang mana berbagai ilmu tersebut itu kami rangkum dan ramu dalam waktu yang lama, yang kami gali dari berbagai buku, seminar, pengalaman, dan berbagai hal yang mana itu semua membutuhkan uang. Sebagaimana seseorang yang menjual mobil maka orang harus bayar mahal, karena banyak uang yang harus dikeluarkan sebelum mobil itu tercipta. Dan membuat mobil harus pakai ilmu. Artinya jualan mobil adalah jualan ilmu. Hanya saja mobil itu adalah "ilmu yang sudah dalam bentuk benda padat".

PEMBAHASAN
 

“Mereka Itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, Maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah: "Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (Al-Quran). " Al-Quran itu tidak lain hanyalah peringatan untuk seluruh ummat. (Q.S. 6:90)” 

Sahabat Semesta yang dimulyakan ALLAH SWT....

ALLAH telah menghalalkan untuk kita berjual beli tapi Allah telah mengharamkan RIBA. Namun demikian, ada juga jual-beli yang diharamkan seperti jual beli bangkai, khomr dan lain sebagainya.

Dari Jabir Ibnu Abdullah Radliyallaahu 'anhu bahwa ia mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda di Mekkah pada tahun penaklukan kota itu: "Sesungguhnya Allah melarang jual-beli minuman keras, bangkai, babi dan berhala." Ada orang bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat baginda tentang lemak bangkai karena ia digunakan untuk mengecat perahu, meminyaki kulit dan orang-orang menggunakannya untuk menyalakan lampu?. Beliau bersabda: "Tidak, ia haram." Kemudian setelah itu Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Allah melaknat orang-orang Yahudi, karena ketika Allah mengharamkan atas mereka (jual-beli) lemak bangkai mereka memprosesnya dan menjualnya, lalu mereka memakan hasilnya. " Muttafaq Alaihi.

Kemudian, Rosulullah pun mengharamkan jual beli yang tidak jelas. Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang jual-beli dengan cara melempar batu dan jual-beli gharar (yang belum jelas harga, barang, waktu dan tempatnya). Riwayat Muslim.
 

Nah, berikutnya, apakah Allah dan Rosul-Nya melarang kita untuk berjualan ilmu? Mungkin sebagian dari kita berpendapat, kalau berjualan ilmu agama hukumnya haram, tapi kalau berjualan ilmu dunia humkumnya mubah (boleh). Tentu saja berbeda antara "menjual agama" dengan "menjaul ilmu agama". Jika kita berpendapat bahwa ilmu dunia dan agama itu berbeda maka ketahuilah bahwa semua ilmu itu berasal daru YANG MAHA SATU. Jadi, secara prinsip tidak ada bedanya antara ilmu agama ataupun ilmu dunia.

Dan pada hakikatnya, setiap produk yang dijual berasal dari ILMU. Contoh, tidak mungkin ada sebuah MOBIL jika belum ada ILMU tentang memproduksi Mobil. Begitupun dengan JASA yang juga berbahan dasar ILMU.

Jadi secara prinsip tidak ada ketegasan baik dari Al-Quran ataupun Al-Hadist bahwa jualan ilmu itu haram. Namun demikian..... mari kita perhatikan ayat yang saya telah sebutkan di atas...

“Mereka Itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, Maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah: "Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (Al-Quran). " Al-Quran itu tidak lain hanyalah peringatan untuk seluruh ummat. (Q.S.6:90)” 

Ayat ini bukanlah mengenai ayat dilarangnya menjual ilmu yang ada di Al-Quran, terlebih lagi ternyata hampir semua ilmu yang terkuak hari ini ada pondasinya di dalam Al-Quran. Tapi ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa IKUTILAH ORANG-ORANG YANG TELAH DIBERIKAN PETUNJUK OLEH ALLAH, YAKNI (Salah satu cirinya adalah) ORANG-ORANG YANG KETIKA MENYAMPAIKAN AYAT-AYAT ALLAH KEPADAMU, MEREKA TIDAK MEMINTA UPAH SEPESERPUN DARIMU. SEBAB AL-QURAN ITU UNTUK SELURUH UMAT.

Sebenarnya ayat tersebut secara tersirat melarang kita untuk jual beli agama, atau bahasa sederhananya adalah dilarang jual beli AQIDAH. Sebab AQIDAH ISLAM itu untuk universal, siapapun boleh memilikinya tanpa harus membelinya karena memang SUDAH FITRAH MANUSIA itu berAQIDAH ISLAM.So, tidak boleh kita mengatakan "Lu kan sudah gue kenalin Islam, nah sekarang lu udah masuk Islam, maka lu kudu bayar 10 juta ama gue..."

Artinya, setiap individu sudah memiliki hak kefitrahan itu. Itu sebabnya, seseorang tidak perlu membeli sesuatu yang telah menjadi haknya, ia hanya perlu meminta secara baik-baik kepada orang yang diamanahi sementara waktu atas keberadaan hak kefitrahannya itu. Dan para pemegang amanah itu sering kita sebut sebagai Ulama, Kyai, Da’i, Ustadz, dan Para Pembicara Agama Lainnya. Itu sebabnya mereka tidak layak menjual sesuatu yang bukan hak mereka, sebab AQIDAH ISLAM (Kefitrahan) itu adalah hak ALAM SEMESTA.

Contoh : Dilarang seorang Ustadz/Ulama datang ke suatu daerah yang masih belum fitrah (daerah kafir atau musyrik) lalu menawarkan kefitrahan plus syurga kepada warga tersebut, tapi warga tersebut harus membayarnya sekian rupiah. Namun demikian, karena dalam Islam ada mekanisme ZAKAT, maka sang Ulama tersebut memiliki HAK maksimal 1/8 dari Total ZAKAT yang dikumpulkan dari warga tersebut.
 

Lalu, bagaimana jika Ustadz tersebut berdakwah ke daerah/warga yang relatif sudah fitrah, yang mana Aqidah warga tersebut memang sudah ISLAM?

Sebelum saya menjawab, saya akan menyampaikan terlebih dahulu bahwa ada sedikit perbedaan atau trend yang cukup signifikan antara Ustadz jaman dulu dan jaman sekarang. Secara umum, Ustadz jaman dulu itu DIDATANGI oleh para pencari ilmu, sedangkan Ustadz jaman sekarang lebih banyak MENDATANGI para pencari ilmu. Jaman dahulu para Pencari Ilmu yang bergerak menuju lokasi Ta'lim, tapi kini para Ustadz yang umumnya bergerak menuju lokasi Ta'lim. Walaupun tentu saja masih banyak para Ustadz yang didatangi oleh para pencari ilmu. Jadi, yang saya utarakan ini adalah trend pada umumnya demikian.

Nah, pada jaman dahulu, orang-orang mendatangi Ulama untuk mencari ilmu, lalu membawakan untuk ulama tersebut buah tangan sekadarnya. Dan itu tidaklah mengapa. Dan kehidupan perekonomian para Ulama pun relatif dijamin oleh pemerintahan Islam. Tentu saja, kecuali para ulama yang dianggap menentang pemerintah.

Tapi, hari ini, dikarenakan Ulama/Ustadznya yang mendatangi para pencari ilmu, maka akan sungguh merepotkan jika setiap pendengar/pencari ilmu membawakan buah tangan untuk Ustadznya. Maka ditukarlah dengan fulus. Para jamaah menyumbangkan sebagian fulusnya kepada panitia (DKM mesjid), lalu panitia mengatur fulus yang dikumpulkan, dan didistribusikan untuk berbagai keperluan acara, termasuk untuk kebutuhan transport / infak untuk sang Ustadz/Ulama tersebut. Sehingga hal ini adalah wajar-wajar saja, selama tidak ada AQAD FEE CERAMAH antara Ustadz dan Panitia. 

Yang dimaksud dengan AQAD FEE CERAMAH adalah ketika Ustadz atau Manajemen Ustadz tersebut menyampaikan kepada pengundangnya, "Kalau undang Ustadz tarifnya 5 juta". Maka itu tidaklah diperkenankan, sebab bisa merusak keharmonisan yang sudah terbangun. Namun, bagaimana bila ditanya oleh panitia, "Maaf Ustadz, berapa dana yang harus kami persiapkan untuk menghadirkan Ustadz?", maka Ustadz tersebut lebih baik menjawab, "Kami serahkan saja sepenuhnya kepada Anda, sebab Anda yang paling paham kondisi jamaah disana". Atau si ustadz jawab "GARTISSS". Atau jika memang sang Ustadz punya misi membangun pesantren dlsb, dan butuh dana yang besar, maka sang ustadz tersebut dapat menyampaikan kepada panitia mengenai hal itu. Misal, "Tapi, kami menerima dana infak dan sedekah untuk membangun pesantren kami, kami tunggu partisipasi jamaah di sana..."

Yup, bukankah semakin tinggi ketaqwaan seseorang maka semakin tinggi pula ketergantungannya (baca : Tawakkal) kepada ALLAH SWT? Allah akan memberikan rizki dari arah yang tak terduga dan tak disangka bagi para Ustadz yang bertaqwa, sehingga para Ustadz tidak lagi perlu mentarif dirinya untuk kehidupan perekonomian keluarganya. Allah akan memberi, bahkan walau Ustadz yang bertaqwa tersebut tak sempat memintanya.

Rasulullah saw bersabda, "Allah berfirman: Barangsiapa disibukkan dengan mengkaji Al-Qur’an dan menyebut nama-Ku, sehingga tidak sempat meminta kepada-KU, maka Aku berikan kepadanya sebiak-baik pemberian yang Aku berikan kepada orang-orang yang meminta. Dan keutamaan kalam Allah atas perkataan lainnya adalah seperti, keutamaan Allah atas makhluk-Nya. (HR Tirmidzi)

Intinya, agama Islam tidak melarang secara TEGAS seseorang menjual ilmu dengan cara mengajarkannya. Apalagi pada kenyataannya, seringkali, beberapa ilmu justru menjadi tidak efektif penyampaiannya jika tidak diberikan harga yang pas. Dan betapa banyak kasus, ilmu kalau digratiskan justru malah menjadi tidak laku. Tapi tentu saja jika “menarif” harga ilmu itu kelewatan maka yang merugi adalah penjual ilmu itu sendiri. Sebab, apapun yang kelewatan, apapun yang berlebihan adalah merusak .... dan Allah tidak suka kepada hamba-hambaNya yang melampaui batas...

So, yang dilarang adalah menjual agama, atau menjual sesuatu atas nama agama, padahal sama sekali bukan atas nama agama.

Silakan Anda menjadi Dosen, Guru, Guru Madrasah, atau Trainer. Yang penting adalah bahwa ilmu yang Anda sampaikan kepada mereka bermanfaat bagi mereka untuk mengarungi kehidupan ini, bukan sekedar ilmu-ilmu yang tidak senilai dengan harga yang harus dibayar, yaitu ilmu-ilmu yang sudah tidak pada jamannya lagi.

Intinya jika Anda menjual Ilmu maka : 

1. Ilmu yang Anda jual harus bermanfaat bagi yang membelinya, jika setelah pelanggan Anda membeli ilmu itu dari Anda, dan ternyata ilmu yang Anda berikan tidak berkhasiat, maka Anda harus ikhlas untuk mengembalikan seluruh atau sebagian uang yang sudah Anda terima.

2. Intinya, dalam jual beli, harus sama-sama ikhlas..

3. Harus jelas. “Barang” yang tidak sesuai “Iklan” maka Garansi uang kembali, atau ada diskon terhadap kekurangan yang ada...

4. Tidak berlebihan, ambillah keuntungan secukupnya, sewajarnya. Sebab sesungguhnya harga ilmu itu tidak ternilai, maka hargailah ilmu itu bukan dengan uang yang banyak tapi dengan keikhlasan yang banyak. Uang itu secukupnya saja. Secukupnya...

5. Miliki keyakinan penuh, bahwa Anda menjual Ilmu justru untuk memperlancar distribusi ilmu tersebut, dan bukan untuk menghambatnya. Lalu Anda berikan “hak paten” yang tidak perlu, sehingga ketika ada orang lain yang menyampaikan apa yang Anda sampaikan, Anda pun sibuk “kebakaran jenggot”...dan berkata "eh itukan ilmu gue... kok dicuri seh"

Baik, mungkin demikianlah pembahasan tentang menjual ilmu. Dan berikut adalah beberapa contoh promo yang bisa dikategorikan menjual agama (tapi tidak selalu ya, semua kembali kepada niat utama si promotornya). Semoga kita bisa menghindarinya.

1. Ayo beli produk dari kami, kalau Anda beli produk dari kami maka 10% dari keuntungannya akan diberikan kepada fakir miskin. Inilah saatnya membeli sambil beramal... (Keterangan : sebaiknya jualan mah jualan aja, nah untungnya sebagian kasih ke fakir miskin. jangan sampai belum juga produknya laku, sudah pamer sedekah 10%)

2. Ayo, pilihlah partai kami, karena partai kami berbasis Islam. Hanya kami partai Islam yang asli. (Ket : partai Islam hanya bagian kecil dari Islam, kalau Islam dijadikan partai maka ia sedang membonsai Islam)

3. Masuklah golongan/kelompok/firqoh/harokah kami. Sebab kelompok kami yang paling sesuai dengan Quran dan Hadist, sedangkan yang lain bathil, bahkan sebagian yang lain kafir dan musyrik. (Ket : Kebenaran langsung menjadi hilang jika didampingi oleh kesombongan merasa paling benar)

Yup, katakanlah “Belilah produk yang halal”, tapi jangan katakan “Hanya produk kami yang halal...”

Adil


Jangan mencari keadilan yang mutlak di dunia ini. Terimalah hidup seadanya. Jadilah diri sendiri. Kita ubah yang mampu diubah, yang tidak mampu serahkan kepada Allah. Jika bahagia yang dicari, tetapi derita yang diberi… terimalah. Bahagialah dengan derita itu.

Manusia akan tersiksa oleh jangkaan dan harapannya. Allah ciptakan putaran hidup ini seumpama kitaran cuaca dan musim. Ada yang menikmati empat musim seperti Eropah. Ada yang kontang sepanjang masa umpama Sahara. Ada yang dingin memanjang seperti di  Antartika. Kita hamba… setelah berusaha sehabis daya, pasrah dan menyerahlah. Carilah R&R dalam kembara hidup ini, di sanalah tempat kita berehat seketika… sebelum berehat selama-lamanya! 

Jika ditakdirkan tidak kita temui sesuatu yang dicari di dunia ini, terimalah hakikat ia memang tidak ada. Di akhirat sana tempat ‘ada’ dan sempurna segala. Jika ‘langit’ hendak runtuh, masakan jari yang kecil ini mampu menahannya. Dalam setiap yang kita miliki, pasti ada jemu dan letihnya. Dalam setiap yang kita tidak miliki, pasti ada kesal dan sayunya. Jangan terlalu dalam segalanya. Jangan terlalu cinta, jangan terlalu benci. Jangan terlalu suka, jangan terlalu duka. Sederhana itulah yang selalu menyelamaktkan ‘hati’ kita.   

Tidak ada keadilan yang mutlak di dunia ini. Semakin kita terima hakikat ini, hidup kita akan menjadi semakin tenang. Jika tidak, kita akan sentiasa rasa arah, kecewa, dipersenda dan ditipu oleh manusia lain dan keadaan. Sebaliknya, apabila kita mula menerima hakikat dunia memang tidak adil, maka hidup kita kan menjadi lebih tenang dan harmoni.

Mengapa di dunia ini tidak ada kedailan yang mutlak? Yang baik, tidak semestinya mendapat ganjaran dan balasan yang baik. Manakala yang jahat, acap kali terlepas dan bebas? Ya, inilah kaedah Allah menguji manusia, agar terserlah siapa yang benar-benar ikhlas berbuat kepadaNya dan siapa pula yang benar-benar meninggalkan kejahatan kerana-Nya jua. Inilah ujian iman.

Menerusi pengajian tauhid, yakni dalam mengenal sifat-sifat Allah, memang kita telah sedia maklum bahawa Allah swt akan memberi dan menunjukkan sifat keadilan-Nya secara mutlak dan tuntas di akhirat nanti. Manakala, di dunia ini Allah tidak menunjukkan sifat keadilanNya secara sepenuh dan menyeluruh sebagai ujian kepada orang-orang yang beriman kepadaNya.

Lihat bagaimana nabi Zakaria AS, Nabi Yahya AS dan beberapa nabi yang lain telah dibunuh oleh musuh-musuh kebenaran. Sekiranya kita sebagai suami, isteri, ibu-bapa, anak-anak, pemimpin, pengikut… menerima layanan atau balasan yang tidak adil, biasalah. Inilah hakikat dan lumrah hidup yang mesti ditempuh. Jangan mencari yang ‘serba kena’ kerana hidup dipenuhi oleh resam yang ‘serba tidak kena’.

 Sekiranya kita berbuat baik kerana mengharapkan ganjaran, pembalasan dan ucapan terima kasih daripada manusia, tentu kita akan keewa kerana umumnya manusia memang tidak pandai berterima kasih apalagi untuk membalas budi. Memang, buat baik dibalas baik, tetapi bukan seua kebaikan dibalas di sini (dunia), ada yang Allah simpan di sana (akhirat).

Justeru, apabila Allah menyuruh manusia melakuan kebaikan atau meninggalkan kejahatan, Allah akan menyeru kepada manusia yang beriman dengan lafaz “Ya ayyuhal lazi na amanu – wahai orang yang beriman.” Begitu juga apabila Rasulullah saw menyeru untuk umatnya melakukan kebaikan, baginda sering memulakanya dengan berkata, “barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat hendaklah…”

Banyak hikmahnya mengapa Allah dan RasulNya berbuat demikian, salah satunya ialah untuk menunjukkan bahawa mereka yang mahu dan mampu melakukan kebaikan dan meninggalkan kejahatan dengan ikhlas, sabar dan istqamah hanyalah orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat. Yakni, mereka yang yakin bahawa Allah Maha melihat akan perbuatan itu dan membalasnya dengan ganjaran atau seksa yang setimpal.

Allah memujuk, Nabi Muhammad dan orang-orang beriman dengan firmanNya: “Dan janganlah engkau (wahai Muhammad) menyangka Allah lalai akan apa yang dilakukan oleh orang-orang yang zalim sesungguhnya Ia hanya melambatkan balasan mereka hingga ke suatu hari yang padanya terbeliak kaku pemandangan mereka, (kerana gerun gementar melihat keadaan yang berlaku).”

Impak daripada itu, manusia yang beriman akan menghadapi hidup ini dengan lebih tenang. Tidak banyak merungut, merengus dan marah-marah. Jika madu dibalas tuba, mereka mampu sabar dan redha. Apabila mendapat ‘limau masam’, mereka akan segera membuat ‘air limau’. Makna, sekiranya apa yang mereka terima sebagai balasan, tidak seperti yang diharapkan dan dijangkakan, mereka tidak ‘memberontak’, sebaliknya mereka mengubah hati, fikiran dan perasaan mereka untuk menerima apa yang telah berlaku itu dengan baik.

Apabila inginkan kejayaan, tetapi sebaliknya kegagalan yang berlaku… mereka akan berkata, “Tidak mengapa, kegagalan adalah yuran kepada kejayaan, kegagalan adalah ‘kejayaan’ yang ditangguhkan. Orang berjaya lebih banyak merasai kegagalan daripada orang yang gagal.”

Mereka tidak mengutuk orang lain, keadaan, diri mereka sendiri apalagi mempersalahan Tuhan. Mereka tidak akan menyesal dan kesal terhadap apa yang berlaku sebaliknya mencari tapak dan semangat baru untuk berusaha dengan lebih baik. Lalu dalam kamus orang berjaya sering tertera pengukuhan kata-kata ini: Kegagalan adalah peluang untuk memulakan semua dengan lebih baik!”

Oang yang telah menerima hakikat dunia ini tidak adil, tidak akan bemusuh dengan dirinya sendiri. Dia tidak mendera dirinya dengan kejam. Mengapa aku bodoh sangat? Mengapa aku lurus bendul? Mengapa aku boleh tertipu? Ini bukan langkah muhasabah yang membangunkan jiwa yang proaktif, tetapi satu ‘self sabotaging habit’ yang menyebabkan dirinya menjadi pasif, pesimis atau murung. Kemudian keburukan dari dalam diri itu akan meletus keluar menjadikan dirinya sebagai ‘toxic people’ yang bersifat aggresif, bersangka buruk dan marah-marah kepada orang lain.

Dalam surah Al Fatehah, Allah menegaskan bahawa Dialah Raja pada Hari Akhirat. Kalimat ini kita ulang-ulang baca pada setiap hari tidak kurang 17 kali. Semuga makna atau kehendak daripada kalimat ini meresap dalam minda sedar dan separa sedar kita, bahawa Allah akan menunjukkan kebesaran sifat Malik-Nya di akhirat, yang pada waktu itu tidak akan ada siapa yang berani mengangkat muka atau berkata-kata.

Di dunia ini, penjahat atau pelaku kemungkaran masih boleh mendabik dada dan meninggikan suara, kerana kuasa yang sementara. Dengan kuasa itu mereka menipu, menindas dan menzalimi dengan pelbagai taktik dan cara. Namun di akhirat nanti, mereka akan kaku, kelu dan membisu apabila Allah menunjukkan kebesaran dan keadilanNya. Di sana nanti barulah kebaikan akan mendapat ganjaran… bukan setimpal tetapi digandakan. Di sana jualah nanti kejahatan akan mendapat balasan… yang pedih, perit dan berganda.

Allah yang Maha Adil tidak mencipta dunia ini dengan serba adil untuk menguji manusia sejauh mana iman mereka kepada sifat keadilanNya! Agar dengan itu orang yang beriman rela ‘disusahkan’ kerana Allah dalam usahanya melakukan kebaikan dan meninggalkan kejahatan. Agar dengan itu, orang beriman akan berkata pada hatinya, “ wahai Tuhan, aku rela menerima kesusahan yang sementara dan sedikit di dunia yang serba tidak adil ini demi mendapat kesenangan yang abadi dan lebih baik di akhirat nanti!”

Sampai ke takah ini, sekiranya hati masih bertanya, “mengapa dunia ini tidak adil?” Jawabnya, “kerana Allah yang Maha Adil ingin menunjukkan keadilanNya di akhirat.” Ya, keyakinan kepada Hari akhirat sangat penting semasa hidup di dunia. Meletakkan sesuatu itu pada tempatnya, itulah erti keadilan. Hati orang beriman ialah hati yang adil. Dalam hati itu terpahat satu hakikat:  Dunia tempat penat, di akhirat tempat berehat!

Ya, hidup selepas mati adalah tempat rehat daripada kepenatan daripada ujian hidup sebelum mati. Justeru, Rasulullah saw sendiri berdoa: ” Ya Allah, jadikanlah kematian tempat istirehat daripada segala keburukan dan kejahatan…”