KECERDASAN SAYYIDINA ALI BERBICARA 7000 KATA TANPA HURUF ALIF...
Sayidina Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhah terkenal sebagai orang yang sangat cerdas. Bahkan kecerdasan Sayyidina Ali diakui oleh para sahabat Nabi yang lain. Selain itu Rasulullah Saw juga pernah bersabda,
انا باب العلم و علي مفتاحه
“Aku adalah kota ilmu, dan Ali adalah pintunya”.
Kisah tentang kecerdasan sahabat Ali bin Abi Thalib sangat banyak sekali bahkan cukup melegenda di dunia keislaman. Bahkan beliau dikatakan alladzina dluribal matsalu bihim atau orang-orang yang kecerdasannya sampai dijadikan pepatah: cerdas bagai Ali. Dalam Syarh Nahjil Balaghoh, Ibnu Abil Hadid menceritakan kecerdasan Sayidina Ali bin Abi Thalib yang mufrith (di luar batas).
Dikisahkan suatu hari sahabat Nabi berkumpul dan saling berbincang. Para sahabat bercerita tentang huruf yang paling sulit dihindari dalam bahasa Arab. Mereka semua pada akhirnya bersepakat bahwa huruf yang paling sulit dihindari adalah huruf “alif” dan segala variasinya (hamzah washal, hamzah qath’, dan lain-lain).
Ali bin Abi Thalib yang mendengar hal itu tiba-tiba maju ke depan dan mulai berkhatbah. Beliau khatbah berisi sekitar tujuh ribu kata. Jika sekedar jumlah kata sudah biasa, namun ini sangat fenomenal bahkan diluar dugaan, karena semua kata yang digunakan tidak mengandung satu pun huruf “alif” (ا).
Khatbah sayyidina Ali ini dikenal dengan nama “khuthbah muniqah” yang berarti khatbah yang sangat luar biasa. Jelas luar biasa, bayangkan selain tidak mengandung huruf “alif”, khotbah itu diucapkan tanpa teks serta tanpa rancangan sebelumnya.
Berikut ini kutipan khatbah Sayyidina Ali serta terjemahnya:
حَمِدْتُ مَنْ عَظُمَتْ مِنَّتُهُ وَسَبَغَتْ نِعْمَتُهُ وَتَمَّتْ كَلِمَتُهُ وَنَفَذَتْ مَشِيَّتُهُ وَبَلَغَتْ حُجَّتُهُ وَعَدَلَتْ قَضِيَّتُهُ وَسَبَقَتْ غَضَبَهُ رَحْمَتُهُ
“Aku memuji Dzat yang anugerah-Nya agung, nikmat-Nya sempurna, Kalimat-Nya purna, dan kehendak-Nya selalu terjadi. Dzat yang bukti-bukti-Nya nyata, keputusan-Nya adil, dan Dzat yang rahmat-Nya selalu mendahului murka-Nya.”
حَمِدْتُهُ حَمْدَ مُقِرٍّ بِرُبُوبِيَّتِهِ مُتَخَضِّعٍ لِعُبُودِيَّتِهِ مُتَنَصِّلٍ مِنْ خَطِيئَتِهِ مُعْتَرِفٍ بِتَوْحِيدِهِ مُسْتَعِيذٍ مِنْ وَعِيدِهِ مُؤَمِّلٍ مِنْ رَبِّهِ مَغْفِرَةً تُنْجِيهِ يَوْمَ يَشْغَلُ كُلٌّ عَنْ فَصِيلَتِهِ وَبَنِيهِ
“Aku memuji-Nya dengan pujian orang yang mengakui ketuhanan-Nya, yang tunduk karena kehambannya, yang meminta maaf katena kesalahannya, yang mengakui ketauhidan-Nya, yang berlindung dari ancaman-Nya, serta memuji seperti orang yang senantiasa mengharap ampunan-Nya pada hari di mana semua orang tidak peduli kepada keluarga dan anaknya.”
وَشَهِدْتُ لَهُ شُهُودَ عَبْدٍ مُخْلِصٍ مُوقِنٍ ، وَفَرَّدْتُهُ تَفْرِيدَ مُؤْمِنٍ مُتَيَقِّنٍ، وَوَحَّدْتُهُ تَوْحِيدَ عَبْدٍ مُذْعِنٍ لَيْسَ لَهُ شَرِيكٌ فِي مُلْكِهِ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ وَلِيٌّ فِي صُنْعِهِ، جَلَّ عَنْ مُشِيرٍ وَوَزِيرٍ وَعَوْنٍ وَمُعِينٍ وَنَظِيرٍ
“Dan aku bersaksi untuk-Nya sebagaimana kesaksian seorang hamba yang ikhlas dan yakin. Mengesakan-Nya sebagaimana pengesaan orang beriman nan mantap. Serta mentauhidkan-Nya sebagaimana tauhid hamba yang taat. Dia tak memiliki sekutu di kerajaan-Nya, serta tidak memiliki pembantu dalam ciptaan-Nya. Maha agung Dia dari segala penunjuk, wazir, pertolongan, pembantu, serta sekutu.”
عَلِمَ فَسَتَرَ وَبَطَنَ فَخَبَرَ وَمَلَكَ فَقَهَرَ وَعُصِيَ فَغَفَرَ وَعُبِدَ فَشَكَرَ وَحَكَمَ فَعَدَلَ وَتَكَرَّمَ وَتَفَضَّلََ
“Ia mengetahui namun Ia menutup Dzat-Nya. Ia tersimpan namun Ia menunjukkan. Ia menguasai lalu Ia perkasa. Ia didurhakai namun Ia memaafkan. Ia disembah namun Ia menerima syukur. Ia memutuskan namun Ia tetap adil. Ia mulia dan Ia tetap memberi anugerah.”
لمْ يَزَلْ وَلَنْ يَزُولَ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَبَعْدَ كُلِّ شَيْءٍ ، رَبٌّ مُتَعَزِّزٌ بِعِزَّتِهِ مُتَمَكِّنٌ بِقُوَّتِهِ مُتَقَدِّسٌ بِعُلُوِّهِ مُتَكَبِّرٌ بِسُمُوِّهِ ، لَيْسَ يُدْرِكُهُ بَصَرٌ وَ لَمْ يُحِطْ بِهِ نَظَرٌ ، قَوِيٌّ مَنِيعٌ بَصِيرٌ سَمِيعٌ رَءُوفٌ رَحِيم
“Dia tidak sirna dan tidak akan sirna. Tidak ada yang menyerupai-Nya. Dia akan tetap ada setelah segala sesuatu sirna. Dia adalah Tuhan yang mulia karena memang Dia mulia. Dia Maha Mampu dengan kekuatan-Nya. Maha Suci karena keluhuran-Nya. Maha Sombong karena kebesaran-Nya. Tidak ada penglihatan yang bisa mengetahuinya. Tidak pula pandangan mampu meliputinya. Dia Maha Kuat, Maha Mencegah, Maha Melihat, Maha Mendengar, Maha Pengasih, lagi Maha Penyayang.”
عَجَزَ عَنْ وَصْفِهِ مَنْ وَصَفَهُ وَضَلَّ عَنْ نَعْتِهِ مَنْ عَرَفَهُ ، قَرُبَ فَبَعُدَ وَبَعُدَ فَقَرُبَ ، يُجِيبُ دَعْوَةَ مَنْ يَدْعُوهُ وَيَرْزُقُهُ وَيَحْبُوهُ ، ذُو لُطْفٍ خَفِيٍّ وَبَطْشٍ قَوِيٍّ وَرَحْمَةٍ مُوسَعَةٍ وَعُقُوبَةٍ مُوجِعَةٍ ، رَحْمَتُهُ جَنَّةٌ عَرِيضَةٌ مُونِقَةٌ ، وَعُقُوبَتُهُ جَحِيمٌ مَمْدُودَةٌ مُوبِقَةٌ
“Orang yang mendeskripsikannya akan kesulitan menjelaskan. Dan orang yang mengetahuinya akan tersesat dari sifatnya. Dia dekat namun jauh dan ia jauh namun dekat. Dia mengabulkan sesiapa yang berdoa; Dia memberinya rizki dan menganugerahkannya nikmat. Dia memiliki kelembutan yang samar, namun siksa yang juga besar. Dia memilki rahmat yang luas namun juga memliki siksa yang menyakitkan. Rahmatnya adalah surga yang lebar dan indah, siksanya adalah neraka yang panjang dan merusak.”
Itulah potongan khatbah Sayidina Ali yang begitu fenomenal. Walaupun memang tidak menyampaikan pesan khusus, namun nilai sastranya sangat luar biasa bahkan sepertinya belum ada yang menyamai.
Dalam ilmu badi’ (ilmu sastra bahasa Arab) kalimat seperti ini disebut “badi’ hadzf” atau suatu kalimat yang penyusunnya berkomitmen untuk tidak menggunakan huruf tertentu.
Selain pernah berpidato dengan tidak menggunakan huruf “alif”, pada kesempatan lain, Sayyidina Ali ternyata juga pernah menyusun pidato yang tidak menggunakan huruf رَ ب ت ق ث ش . Ada yang mau mencoba?
المناوره 🕌