Selasa, 26 Julai 2016

Kenapa

3 SOALAN PENYESALAN

1. Kenapa Tidak Lebih Jauh?
2. Kenapa Tidak Yg Baru?
3. Kenapa Tidak Semua?

Alkisah seorang sahabat Nabi SAW bernama Sya’ban RA. Ia adalah seorang sahabat yang tidak menonjol dibandingkan sahabat2 yg lain.

Ada suatu kebiasaan unik dari beliau yaitu setiap masuk masjid sebelum sholat berjamaah dimulai, dia selalu beritikaf di pojok depan masjid.
Dia mengambil posisi di pojok bukan karena supaya mudah senderan atau tidur, namun karena tidak mau mengganggu orang lain dan tak mau terganggu oleh orang lain dalam beribadah.

Kebiasaan ini sudah dipahami oleh sahabat bahkan oleh Rasulullah SAW, bahwa Sya’ban RA selalu berada di posisi tsbut termasuk saat sholat berjamaah.

Suatu pagi saat sholat Subuh berjamaah akan dimulai, RasululLah SAW mendapati bahwa Sya’ban RA tidak berada di posisinya seperti biasa. Nabi pun bertanya kepada jemaah yg hadir apakah ada yg melihat Sya’ban RA.

Namun tak seorangpun jamaah yg melihat Sya’ban RA. Sholat subuhpun ditunda sejenak untuk menunggu kehadiran Sya’ban RA. Namun yg ditunggu belum juga datang. Khawatir sholat subuh kesiangan, Nabi memutuskan untuk segera melaksanakan sholat subuh berjamaah.

Selesai sholat subuh, Nabi bertanya apa ada yg mengetahui kabar dari Sya’ban RA.
Namun tak ada seorangpun yang menjawab.
Nabi bertanya lagi apa ada yg mengetahui di mana rumah Sya’ban RA.

Kali ini seorang sahabat mengangkat tangan dan mengatakan bahwa dia mengetahui di mana rumah Sya’ban RA.
Nabi yang khawatir terjadi sesuatu dg Sya’ban RA meminta dihantarkan ke rumahnya.
Perjalanan dengan jalan kaki cukup lama ditempuh oleh Nabi dan rombongan sebelum sampai ke rumah yg dimaksud.
Rombongan Nabi sampai ke sana saat waktu afdol untuk sholat dhuha (kira2 3 jam perjalanan).

Sampai di depan rumah tersebut Nabi mengucapkan salam.
Dan keluarlah seorang wanita sambil membalas salam tsbut.

“Benarkah ini rumah Sya’ban?” Nabi bertanya.

“Ya benar, saya istrinya” jawab wanita tsbut.

“Bolehkah kami menemui Sya’ban, yg tadi tidak hadir saat sholat subuh di masjid?”

Dengan berlinangan air mata istri Sya’ban RA menjawab:
“Beliau telah meninggal dunia tadi pagi."

InnaliLahi wainna ilaihirojiun… Maa sya Allah, satu2nya penyebab dia tidak sholat Subuh berjamaah adalah karena ajal sudah menjemputnya.

Beberapa saat kemudian istri Sya’ban bertanya kepada Rasul ;
“ Ya Rasul ada sesuatu yg jadi tanda tanya bagi kami semua, yaitu menjelang kematiannya dia berteriak tiga kali dg masing2 teriakan disertai satu kalimat. Kami semua tidak paham apa maksudnya."

“Apa saja kalimat yg diucapkannya?” tanya Rasul.

Di masing2 teriakannya dia berucap kalimat:

“ Aduuuh kenapa tidak lebih jauh…”

“ Aduuuh kenapa tidak yg baru... “

“ Aduuuh kenapa tidak semua…”

Nabi SAW pun melantukan ayat yg terdapat dalam surat Qaaf (50) ayat 22 :
“Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan dari padamu hijab (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam.“

Saat Sya’ban RA dlm keadaan sakratul maut, perjalanan hidupnya ditayangkan ulang oleh Allah.
Bukan cuma itu, semua ganjaran dari perbuatannya diperlihatkan oleh Allah.
Apa yang dilihat oleh Sya’ban (dan orang yg sakratul maut) tidak bisa disaksikan oleh yg lain.
Dalam pandangannya yang tajam itu Sya’ban melihat suatu adegan di mana kesehariannya dia pergi pulang ke masjid untuk sholat
berjamaah lima waktu.
Perjalanan sekitar 3 jam jalan kaki sudah tentu bukanlah jarak yg dekat.
Dalam tayangan itu pula Sya’ban RA diperlihatkan pahala yg diperolehnya dari langkah2 nya ke Masjid.
Dia melihat seperti apa bentuk Syurga ganjarannya.

Saat melihat itu dia berucap:
“ Aduuuh kenapa tidak lebih jauh…”
Timbul penyesalan dalam diri Sya’ban , mengapa rumahnya tidak lebih jauh lagi supaya pahala yg didapatkan lebih banyak dan Syurga yg didapatkan lebih indah.

Dalam penggalan berikutnya Sya’ban melihat saat ia akan berangkat sholat berjamaah di musim dingin. Ketika ia membuka pintu berhembuslah angin dingin yang menusuk tulang.
Dia masuk kembali ke rumahnya dan mengambil satu baju lagi untuk dipakainya.
Jadi dia memakai dua helai baju.
Sya’ban sengaja memakai pakaian yg baru di dalam dan yg buruk di luar.
Jika kena debu, sudah tentu yg kena hanyalah baju yg luar. Sampai di masjid dia bisa membuka baju luar dan solat dgn baju yg lebih bagus. Fikirnya.

Dalam perjalanan ke masjid dia menemukan seseorang yg terbaring kedinginan dalam keadaan terketar-ketar sejuk.
Sya’ban pun hiba, lalu segera membuka baju yg paling luar dan dipakaikan kepada orang tsbut dan memapahnya utk bersama2 ke masjid melakukan sholat berjamaah.
Orang itupun terselamatlah dari mati kedinginan dan bahkan sempat melakukan sholat berjamaah.
Sya’ban pun kemudian melihat indahnya Syurga yg sebagai balasan memakaikan baju buruknya kepada orang tsbt.
Kemudian dia berteriak lagi:
“ Aduuuh kenapa tidak yang baru...“
Timbul lagi penyesalan di benak Sya’ban.
Jika dgn baju buruk saja bisa mengantarkannya mendapat pahala yg begitu besar, sudah tentu ia akan mendapat yg lebih besar lagi seandainya ia memakaikan baju yg baru.

Berikutnya Sya’ban melihat lagi suatu adegan saat dia hendak sarapan dg roti yg dimakan dg cara mncelupkan dulu ke segelas susu.

Ketika baru saja hendak memulai sarapan, muncullah pengemis di depan pintu yg meminta diberi sedikit roti karena sudah lebih 3 hari perutnya tidak diisi makanan.
Melihat hal tsbut Sya’ban merasa hiba. Ia kemudian membagi dua roti itu sama besar, demikian pula segelas susu itu pun dibagi dua.
Kemudian mereka makan bersama2 roti itu yg sebelumnya dicelupkan susu.

Allah kemudian meperlihatkan ganjaran dari perbuatan Sya’ban RA dgn Syurga yg indah.
Demi melihat itu diapun berteriak lagi:
“ Aduuuh kenapa tidak semua…”

Sya’ban kembali menyesal .
Seandainya dia memberikan semua roti itu kepada pengemis tersebut tentulah dia akan mendapat Syurga yg lebih indah.

MasyaAllah, Sya’ban bukan menyesali perbuatannya, tapi menyesali mengapa tidak maksima semasa hidupnya.

Sesungguhnya semua kita nanti pada saat sakratul maut akan menyesal tentu dengan kadar yang berbeda, bahkan ada yg meminta untuk ditunda matinya karena pada saat itu barulah terlihat dengan jelas keadaan dari semua perbuatannya di dunia.
Mereka meminta untuk ditunda sesaat karena ingin berSEDEQAH.
Namun kematian akan datang pada waktunya, tidak dapat dimajukan dan tidak dapat dimundurkan.

Sering sekali kita mendengar ungkapan hadits berikut:

“Sholat Isya berjamaah pahalanya sama dengan sholat separuh malam.”

“Sholat Subuh berjamaah pahalanya sama dengan sholat sepanjang malam.”

“Dua rakaat sebelum Shubuh lebih baik dari pada dunia dan isinya.”

Begitu juga dgn sedeqah iaitu harta kekal dinegeri Akhirat.

Seolah kita tidak percaya kepada janji Allah.

Mengapa demikian?
Karena apa yg dijanjikan Allah itu tidak terlihat oleh mata kita pada situasi normal.

Mata kita tertutupi oleh suatu hijab.
Karena tidak terlihat, maka yang berperanan adalah iman dan keyakinan bahwa janji Allah tidak pernah meleset.
Allah akan membuka hijab itu pada saatnya.
Saat ketika nafas sudah sampai di tenggorokan.

Sya’ban RA telah menginspirasi kita bagaimana seharusnya menyikapi janji Allah tsbut.

Dia ternyata tetap menyesal sebagaimana halnya kitapun juga akan menyesal.

Namun penyesalannya bukanlah karena tdk menjalankan perintah Allah swt.
Penyesalannya karena tidak melakukan kebaikan dgn semaksima.

Selamat berlomba dlm solat Subuh berjemaah dan JANGAN KEDEKUT melakukan sedeqah.
Harta kekal dinegeri Akhirat.

Wallahua'alam.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan