24 Jamadil Akhir 1436H
14 April 2015M
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتهُ
بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـنِ ٱلرَّحِيم
Hidup jangan sekali-kali merasa diri lebih baik daripada orang lain. Itulah hijab paling tebal yang akan merosakkan kehalusan akhlak kita dengan Allah dan manusia...
كَلَّا إِنَّ الْإِنسَانَ لَيَطْغَىٰ ﴿٦﴾ أَن رَّآهُ اسْتَغْنَىٰ ﴿٧﴾
Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas,(6) karena dia melihat dirinya serba cukup.(7)
(Al-'Alaq: 6-7)
Seorang yang memiliki ilmu kadang terkena penyakit sombong dan bangga diri. Kalau ilmu yang dimiliki adalah ilmu-ilmu dunia, mungkin ini biasa terjadi. Namun yang pelik, jika ia mempelajari ilmu agama, seharusnya makin bertambah ilmunya bertambah pula kebaikannya.Ada pertanyaan di sana: “Untuk apakah ia belajar?” Kerana niat itulah yang akan menjawab mengapa seorang bertambah ilmu agamanya, malah semakin menjadikannya sombong. Jika ia meniatkan belajarnya untuk beramal dengan ilmunya, maka semakin bertambah ilmunya ia akan semakin soleh. Namun sebaliknya jika ia belajar hanya ingin disebut sebagai alim ulama, atau belajar untuk mengalahkan seseorang, maka tidak akan berkat ilmunya dan tidak akan berbuah dengan amalan-amalan.
Ka’b bin Malik RA meriwayatkan dari Rasulullah SAW:
مَنِ ابْتَغَى الْعِلْمَ لِيُبَاهِيَ بِهِ الْعُلَمَاءُ أَوْ يُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءُ أَوْ تَقْبَلُ أَفْئِدَةَ النَّاسِ إِلَيْهِ فَإِلَى النَّارِ. (رواه الحاكم، وصححه الألباني في صحيح الجامع الصغير)
"Barangsiapa yang mencari ilmu untuk mendapatkan sebutan sebagai ulama atau memperdaya orang-orang yang bodoh atau untuk memalingkan manusia kepadanya, maka atasnya api neraka".
(Hadith Riwayat Hakim)
Adab berkaitan erat dengan ilmu. Tidak ada adab tanpa ilmu dan tidak ada ilmu tanpa adab. Berkata Abdullah ibnul Mubarak RH:
"Hampir-hampir adab itu merupakan dua pertiga ilmu"
(Sifatu Shafwah, Ibnul Jauzi)
Oleh kerana itu para ulama mendidik anak-anak mereka dengan adab dan akhlak terlebih dahulu sebelum mendapatkan ilmu. Berkata Abu ‘Abdillah Sufyan bin Sa’id Ats-Tsauri RH:
"Mereka (para ulama) tidak menghantar anak-anaknya untuk mencari ilmu hingga mendidiknya dengan adab, akhlak dan ibadah selama 20 tahun".
(Hilyatul Auliya, Abu Na’im Asbahani, melalui Min Hadyi Salaf)
Mereka membezakan antara pendidikan (tarbiyyah) dan pengajaran (ta’lim). Iaitu anak-anak mereka dididik, dilatih dengan akhlak dan adab yang baik, kemudian mereka dihantar kepada para ulama. Dengan demikian ketika menimba ilmu, mereka dalam keadaan memiliki adab dan akhlak yang baik serta jauh dari kesombongan. Hingga ilmu yang mereka dapatkan menjadi berkat.
Lupakah kita kalau sesungguhnya ilmu yang kita punya akan ditanya tentang akibat amalannya?
Seseorang yang menjadi sombong dengan sebab beilmu pengetahuan sebagaimana dua perkara ini, iaitu dia sibuk menuntut ilmu yang dianggap olehnya sebagai ilmu yang baik tetapi sebenarnya bukan lah ilmu yang hakiki dan bermanfaat. Selainnya, dia memang pakar dalam ilmu pengetahuannya, terutama dalam perkara keagamaan tetapi saying buruk perangai dan akhlaknya, buruk watak dan tabiatnya, rendah jiwa dan hina budi pekertinya.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
لاَ تَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعٍ: عَنْ عُمْرِهِ فِيْمَ أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ مَا فَعَلَ فِيْهِ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَ أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيْمَ أَبْلاَهُ. (رواه الترمذي وصححه الألباني في صحيح الجامع الصغير)
"Tidak akan bergeser kedua kaki seorang hamba hingga ditanya tentang empat perkara: tentang umurnya untuk apa dihabiskan, tentang ilmunya apa yang telah ia diamalkan, tentang hartanya darimana dia dapatkan dan kemana dikeluarkan, dan tentang badannya untuk apa ia gunakan"
(Hadith Riwayat At-Tirmidzi)
Justeru, janganlah sombong dengan ilmu yang ada, yang hanya sedikit yang dipinjamkan oleh Allah SWT kepada kita. Manfaatkannya untuk kebaikan sebagaimana sabda Nabi SAW:
“Sesiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, ia mendapat ganjaran amalannya itu dan ganjaran seumpana orang yang mengikutnya”.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan